[ad_1]
Sekali lagi Chelsea menutup pekan pertandingan Liga Inggris lewat sajian drama (12/11), kali ini sebagai tuan rumah, menjamu pemuncak klasemen sementara, Manchester City. Perebutan penguasaan bola yang menghasilkan delapan gol berlangsung tanpa memberi ruang bernapas–hasil 4-4 pertama dalam karier Josep ‘Pep’ Guardiola mengarsiteki 882 pertandingan.
Sulit berekspektasi klub yang seolah stagnan di papan tengah akan bermain terbuka melawan juara bertahan yang lagi-lagi diunggulkan angkat trofi. Bukannya bermain pragmatis, Mauricio Pochettino malah terang-terangan mendeklarasikan perang terbuka. Barangkali sudah waktunya, mengingat perkembangan positif The Blues memperbaiki koneksi permainan, yang merupakan kunci untuk pulih dari permainan butut mereka sejak awal musim.
Intensitas Tinggi, Rotasi, dan Permainan Terbuka
Pada laga ini Chelsea mengimbangi Man City, membalas pergerakan cepat dengan sama cepat. Poch melakukan rotasi bentuk 4-3-3 atau 4-2-3-1 agar selalu ada koneksi untuk meladeni boks gelandang dari formasi 3-4-3 Pep.
Mantan pelatih Tottenham itu menurunkan pemain yang punya kecepatan. Lini depan diisi Raheem Sterling, Nicolas Jackson, dan Cole Palmer. Sementara di atas kertas, pos tengah dihuni Enzo Fernandez, Conor Gallagher, dan Moises Caicedo. Ketika menyerang, dua lini terdepan Chelsea aktif merotasikan posisi guna membuka jalur progresi.
Sebelas pertama Chelsea vs Manchester City (sumber: Sofascore).
Man City bereaksi mengganggu Chelsea bangun serangan dengan high press–memberikan tekanan di area tinggi. Klub berjuluk The Citizens ini mengerahkan lima hingga enam pemain: Phil Foden dan Julian Alvarez di samping kanan, Jeremy Doku dan Bernardo Silva di sayap kiri, serta Erling Haaland. Kemampuan pemain depan mereka dalam duel dan ketahanan terhadap tekanan, membuat anak asuh Guardiola percaya diri di area tinggi.
City juga melakukan rotasi posisi. Dengan Kyle Walker dan Joško Gvardiol menambah keunggulan jumlah (overload) di sayap sekaligus sejajar Rodri di pos gelandang bertahan. Dengan demikian, ada banyak opsi menanggapi formasi tuan rumah yang relatif rapat (compact).
Chelsea yang bergerak secara unit dalam formasi compact, mempercepat waktu transisi. Mereka lebih dulu menekan usai sepak mula. Koneksi yang dijaga selalu ada, terutama mengandalkan Enzo yang bermain box-to-box, dapat membalas usaha City menang jumlah hingga tercipta serangan balik via umpan jauh ke sektor half space, menyasar pemain sayap yang akan menyuplai asis. Skema ini menghasilkan beberapa kesempatan namun belum bisa dikonversi menjadi gol.
Chelsea mencegah bangun serangan dengan mengisolasi para pemain City. Gallagher, Jackson, dan Sterling atau Palmer–tergantung hendak memblokade sisi sebelah mana–mengisi ruang antarlini pertama dan kedua, menghalangi bek City memprogresi lewat Rodri. City mengikuti permainan ini dengan memberikan umpan lambung langsung ke sektor sayap, ke Foden atau Doku.
Pemain Chelsea mencegah Manchester City bangun serangan melalui Rodri (sumber: Chelsea FC).
Kelebaran yang senantiasa dijaga ditambah rotasi dan skema menang jumlah di area sayap (wide overload), meregangkan lini pertahanan Chelsea. Keunggulan pemain sayap City dalam duel 1v1 menyulitkan bek Chelsea.
Gol penalti Haaland di menit ke-25 bermula dari skenario ini. Bernardo dan Doku overload di sayap kiri. Padahal tanpa overload pun sudah cukup merepotkan. Akibatnya Reece James dan Axel Disasi membiarkan Thiago Silva dan Marc Cucurella berhadapan dengan ujung tombak sang juara bertahan, Alvarez dan Haaland. Di sisi lain Cucurella harus antisipatif pada pergerakan Foden dari lini kedua. Akhirnya terjadi pelanggaran oleh Cucurella.
Momen sebelum Cucurella melanggar Haaland (sumber: Chelsea FC).
Empat menit berselang dalam kemelut sepak pojok, Thiago Silva menyamakan kedudukan saat menyambar sontekan Gallagher. Rodri dan Haaland yang seharusnya bisa menjadi palang sebelum bola mencapai gawang, tidak berkutik dalam penjagaan Cucurella dan Palmer.
Dalam situasi serangan cepat, Pochettino lebih mengandalkan kecepatan para pemainnya menerima bola yang ditarget ke belakang lini pertahanan lawan–atau skema run in behind–alih-alih memaksa berduel udara. City yang agresif dalam highpress akan menciptakan ruang kosong di sekitar lini belakang, menyisakan Ruben Dias dan Manuel Akanji atau Walker. Praktis City harus kembali menguasai bola. Namun anak asuh Guardiola masih akan berhadapan dengan Enzo dan Caicedo yang lihai bermain di area sempit, memiliki visi yang baik, dan akurasi umpan jauh. Gol kedua Chelsea terjadi akibat ada kekosongan ini.
Lini pertahanan Manchester City kesulitan mencegah gol Sterling (sumber: Chelsea FC).
Memanfaatkan pemain yang mampu meliputi area luas, Robert Sanchez langsung mengirim bola melewati garis tengah. Kali ini Enzo yang berlari memenangkan bola, lalu meneruskannya ke Palmer. James yang juga pemain cepat bergerak naik menyisir sayap kanan. Sementara itu, City belum siap untuk bertahan dan para pemainnya kalah cepat. Karena terlambat melakukan transisi, walaupun menang jumlah, mereka tidak sempat menutup umpan tarik James yang dikonversi Sterling menjadi gol.
Sebelum turun minum, tim tamu sempat menyamakan skor. Kelebaran maksimal kembali menguntungkan City. Foden mengubah arah serang (switch play) dan sepakan Doku diblok. Chelsea memenuhi area gawang, membiarkan Bernardo di luar kotak penalti bebas meneruskan sepak pojok yang menjadi asis sundulan Akanji.
Adu Efektivitas Pergantian Pemain
City mempercepat tempo permainan setelah skor 2-2. Di babak kedua, Guardiola menginstruksikan pemainnya bermain lebih compact. Selain menghindari ruang antarlini terekspos, City memantik respon cepat Chelsea agar berpeluang memanipulasi ruang yang mungkin terbuka. Dari sini City menciptakan beberapa kesempatan dan bahkan tembakan.
Manchester City bermain lebih compact di babak kedua (sumber: Chelsea FC).
Haaland juga berbalik menghukum lini pertahanan Chelsea yang belum siap transisi menghadapi serangan balik. Umpan lambung Bernardo dari sepertiga awal disambut pemain depan yang membentuk koneksi membawa bola ke sayap kanan. Lewat skenario run in behind yang mirip gol Sterling, Haaland menyambut umpan tarik Foden di batas offside. Tumbukan dengan James nyaris membuat Haaland handball ketika dia melesakkan bola melewati garis gawang.
Setelah berbalik unggul, Guardiola memasukkan Jack Grealish menggantikan Doku di menit ke-56. Melalui penggantian ini compactness City secara horizontal bertambah. Dengan tidak bermain melebar, Guardiola juga menurunkan tensi permainan. Tetapi Chelsea malah lebih leluasa menutup pergerakan Grealish dibandingkan ketika harus melebar merespon posisi Doku.
Selain intensitas menjaga kelebaran sudah berkurang, Pochettino menanggapinya dengan substitusi ganda, Malo Gusto untuk James dan Mykhailo Mudryk untuk Enzo, supaya sekalian mengurangi rotasi di lini tengah. Permainan Chelsea relatif lebih rigid dengan menumpukan serangan di salah satu sayap.
Masuknya Mudryk menempatkan gelandang Ukraina itu menyisir garis tepi. Meskipun mungkin luput dari perhatian pemirsa, Mudryk mengurangi beban poros tengah yang semula diemban Enzo yang mencakup daerah jelajah yang luas. Caicedo ke half space kiri bertukar dengan Gallagher yang bermain lebih ke dalam. Karena sektor kiri sudah terisi, Sterling menyeberang ke sayap kanan, sehingga Palmer bergeser ke belakang Jackson.
Mudryk di sektor sayap kiri Chelsea (sumber: Chelsea FC).
Sebenarnya perubahan ini terbaca pemain City. Mereka antisipatif menghalangi eksplosivitas Mudryk. Sayangnya Mudryk justru mengikat Foden, Rodri, dan Walker sekaligus. Celah terbuka mempersilakan Gallagher menyepak keras tanpa gangguan di luar kotak enam belas. Ederson memang berhasil menghalau tembakan deras tersebut, tapi bola liar terlanjur disambar Jackson sebelum Gvardiol di sebelahnya sempat melakukan aksi defensif apapun.
Melihat pemain Chelsea nyaman menciptakan peluang, bahkan dari luar kotak penalti, Alvarez ditarik mundur. Pep memilih Kovacic turun sebagai gelandang tengah nomor delapan. Juru taktik asal Catalan itu bermaksud lebih banyak memenangkan bola dan bermain lebih menunggu.
Pada menit ke-86, Kovacic menguasai ruang kosong tepat di tengah-tengah batas kotak enam belas dan melakukan percobaan tembakan. Tembakan itu memantul dari blokade Disasi. Bola liar melewati lini kedua. Sebagaimana pernah terjadi di partai final Liga Champions, Rodri berlari menyambar kesempatan tersebut. The Citizens bersorak penuh optimisme akan semakin kokoh memuncaki klasemen liga.
Skor 3-4 bertahan sampai tambahan waktu. Tanpa mengubah bentuk formasi, Armando Broja masuk menggantikan peran Caicedo di half space kiri. Dia berhasil penetrasi ke kotak penalti, menerima bola dari Sterling yang meneruskan umpan terobosan Disasi. Ruben Dias mencegah tembakan persis di depan mulut gawang tapi tekelnya malah menambah drama penalti. Palmer menjadi eksekutor gol dari titik putih dan berhasil mengamankan poin.
Pertandingan berakhir seri. Terlepas dari hasilnya, Manchester City tetap berada di puncak klasemen sementara dengan perolehan 28 poin. Namun tanpa membawa pulang poin penuh, Liverpool dan Arsenal semakin dekat mengekor dengan selisih satu poin saja. Sementara Chelsea masih bergeming di peringkat 10.
[ad_2]
Source link