[ad_1]
Liga 1 pekan ke-16 menuai banyak kontroversi. Hal ini menimbulkan pertanyaan terhadap kinerja Komite Wasit yang diketuai oleh Erick Thohir. Merujuk Statuta PSSI, salah satu tugas Komite Wasit adalah melakukan pengawasan terhadap pendidikan dan pelatihan wasit. Bagaimana Komite Wasit menjalankan tugasnya tersebut?
Saat belum terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) PSSI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) 16 Februari 2023, salah satu hal yang dibahas Erick Thohir adalah soal wasit. Pada 11 Februari 2023, Erick mengatakan jika kesejahteraan wasit dijaga, maka wasit akan menjaga tempatnya mencari nafkah.
Pada 22 Mei, saat sudah menjabat sebagai Ketum PSSI, Erick menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Asosiasi Sepakbola Jepang (JFA). Salah satu poin kesepakatan itu adalah kerja sama di bidang perwasitan. “Kita akan menggunakan wasit Jepang. Kita sedang tunggu nama-namanya. Dengan jalan ini kita berusaha perwasitan kita akan semakin baik,” kata Erick dilansir dari situs resmi PSSI.
Kerja sama di bidang perwasitan dengan JFA akhirnya dilaksanakan oleh PSSI. Proses seleksi wasit yang akan memimpin Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 dilaksanakan dengan bantuan dua instruktur dari Jepang, yakni Yoshimi Ogawa (anggota Komite Wasit JFA yang kemudian diangkat menjadi wakil Ketua Komite Wasit) dan Toshiyuki Nagi (Instruktur wasit JFA). Seleksi tersebut terdiri dari tiga tahap, yakni fitness test FIFA kategori 2, video tes, dan Law of the Game (LOTG) tes.
Pada seleksi yang dilakukan pada 15 hingga 19 Juni itu, terpilihlah 18 wasit dan 36 asisten wasit untuk Liga 1, 24 wasit dan 48 asisten wasit untuk Liga 2, serta 40 wasit dan 47 asisten wasit untuk Liga 3.
Pada 5 Juli 2023, Erick Thohir mengangkat dirinya sendiri menjadi Ketua Komite Wasit PSSI. Hal ini tidak secara langsung dilarang oleh Statuta, mengingat Poin 2 Pasal 44 Statuta PSSI 2019 menyebutkan bahwa “Ketua dan Wakil Ketua Komite Tetap harus merupakan Anggota Komite Eksekutif dengan pengecualian untuk Komite Wasit.”
Jika menjalin kerja sama dengan JFA adalah untuk meningkatkan kualitas wasit, maka langkah mengangkat diri sendiri menjadi Ketua Komite Wasit tampaknya adalah salah satu upaya untuk memberantas match fixing yang memang lekat dengan peran wasit. Hal ini tercermin dari pernyataan pria yang juga menjabat sebagai Menteri BUMN itu, yang siap menghukum wasit seumur hidup.
“Jadi komite wasit saya pimpin sendiri. Kalau ada yang aneh-aneh kan bisa dihukum seumur hidup langsung. Karena memang komitmennya seperti itu kan. Ketika saya bertemu pak Kapolri, ada dua proses. Kalau di pihak kepolisiannya berbeda, kalau di PSSI dihukum seumur hidup untuk wasit, pemain, pengurus, maupun pemilik klub,” ujar Erick dilansir dari CNN Indonesia.
Langkah Awal yang Harus Dibarengi dengan Evaluasi
Bekerja sama dengan JFA di bidang perwasitan patut diapresiasi meski harus dicatat ini bukanlah bentuk kerja sama yang pertama kalinya. Pada Desember 2017, PSSI pernah menjalin kerja sama di bidang perwasitan dengan JFA.
Saat itu, PSSI beralasan “JFA memiliki ‘Referee Training Center’ sebagai pusat pengembangan dan pelatihan wasit, yang menampung wasit-wasit dengan kualitas yang terstandarisasi. Pada tahun 2017, JFA tercatat memiliki wasit sebanyak 264.206 secara keseluruhan. Pengelolaan kepelatihan wasit dapat menjadi hal yang dipelajari dengan baik oleh PSSI.”
Namun, langkah kerja sama ini belum juga membuahkan hasil maksimal untuk meningkatkan kualitas wasit. Buktinya adalah, pada pertandingan Liga 2 antara PSS Sleman menghadapi Madura FC pada November 2018, terdapat kesalahan di mana asisten wasit tidak mengangkat bendera saat pemain PSS berada dalam posisi offside. Pada akhirnya, wasit dan asisten wasit yang diduga memimpin laga tersebut sudah ditetapkan menjadi tersangka pengaturan skor oleh Satgas Anti Mafia Sepakbola. Ini menunjukkan bahwa kerja sama dengan asosiasi sepakbola negara lain belum bisa menjamin perbaikan yang menyeluruh.
Di musim 2023/2024, wasit pun tetap menjadi sorotan, baik di Liga 1 maupun di Liga 2 oleh sebab keputusan mereka yang kontroversial. Terbaru adalah pada Liga 1 pekan ke-16, di mana wasit dan asisten wasit di pertandingan PSS Sleman vs Persik Kediri dan Persija Jakarta vs RANS Nusantara dalam salah mengambil keputusan.
Baca Juga:
Dalam data yang dihimpun oleh Pandit Football Indonesia, sampai pekan ke-16, sudah ada 26 kesalahan yang dilakukan wasit maupun asisten wasit Liga 1. Kesalahan itu didominasi oleh asisten wasit yang salah mengambil keputusan terkait offside atau tidaknya seorang pemain. Wasit pun banyak melakukan kekeliruan soal penafsiran pelanggaran, tidak tepat memberi hukuman, atau tidak cermat mengamati permainan yang tidak sesuai Law of the Game.
Erick, sebagai Ketua Komite Wasit merespon keputusan kontroversial wasit dengan mengatakan bahwa wasit juga manusia dan PSSI sudah berusaha memberikan yang terbaik, berupa memberikan BPJS kepada wasit dan memberi gaji yang lebih tinggi. Selain itu, Erick pun terang-terangan akan menghukum wasit jika terlibat dalam praktik kotor.
“Kalau ternyata wasit masih kotor, kami penjarakan. Tapi kami beri kesempatan. Tapi jangan begini, jangan saling tuduh-menuduh tapi tidak ada bukti,” kata Erick pada 27 September 2023 dilansir dari Bola.com. “Sekarang publik diberi akses. Ada laporan, laporkan ke satgas. Apalagi kami sudah bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan karena mau serius membangun ini. Jadi jangan hanya rumor laporkan. Saya mendorong laporkan.”
Sejak Liga 1 bergulir pada 1 Juli, PSSI baru tiga kali menerbitkan hasil evaluasi wasit. 18 wasit yang bertugas di Liga 1 semuanya mendapatkan hukuman larangan memimpin dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Namun, tidak disebutkan dengan jelas apa kesalahan yang diperbuat.
Yoshimi Ogawa, wakil Ketua Komite Wasit, mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan wasit dalam suatu pertandingan, disebabkan karena masih kurangnya implementasi dan pemahaman terhadap jarak pandang yang sesuai untuk melihat insiden di lapangan dan melihat dengan detail apa yang terjadi.
Menurut Ogawa, hukuman larangan memimpin pertandingan kepada wasit akan digunakan untuk memberi refleksi dan memberi edukasi kepada wasit, serta akan memberlakukan promosi degradasi pada wasit Liga 1 dan Liga 2.
Baca Juga:
“Ke depan, Komite Wasit tidak akan menggunakan kata-kata dihukum, akan tetapi akan menggunakan kata-kata memberikan waktu dan edukasi kepada wasit. Akan tetapi, waktu yang diberikan juga pastinya kami batasi, dan ini akan kami buktikan di tengah musim untuk memberlakukan sistem promosi dan degradasi wasit Liga 1 dan Liga 2, sesuai dengan performa mereka,” kata Ogawa pada Rabu (4/10) dilansir dari situs resmi PSSI.
Dengan latar belakang anggota Komite Wasit JFA, Ogawa tampaknya lebih berfokus kepada perbaikan kualitas wasit. Di sisi lain, Erick tampak lebih mendorong ke arah transparansi sepakbola yang selama ini ia gembor-gemborkan salah satunya dengan pembentukan Satgas Anti Mafia Sepakbola pada 20 September 2023.
Namun, pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Erick sebagai Ketua Komite Wasit sekaligus Ketum PSSI sangatlah banyak. Jika peningkatan kesejahteraan yang sudah ia lakukan belum mendongkrak kualitas wasit secara baik, maka masih ada yang salah dengan evaluasi wasit. Bagaimanapun, merujuk Statuta PSSI 2019, Komite Wasit mempunyai tiga tugas, yakni menunjuk wasit dan asisten wasit untuk pertandingan kompetisi yang diatur oleh PSSI; melakukan hubungan administrasi wasit dalam PSSI bekerja sama dengan Sekretaris Jenderal; serta mengawasi pendidikan dan pelatihan wasit.
Pengawasan terhadap pendidikan dan pelatihan wasit inilah yang harus menjadi perhatian Erick, dalam hal ini sebagai Ketua Komite Wasit. Pendidikan dan pelatihan ini menjadi sektor utama setelah banyaknya kesalahan yang dilakukan wasit dan asisten wasit. Di sisi lain, rencana untuk menggunakan Video Assistant Referee (VAR) yang rencananya akan diterapkan di Liga 1 pada pertengahan musim 2023/2024 juga membutuhkan kualitas wasit yang baik selain didukung infrastruktur yang baik pula.
Jika kemampuan wasit tidak pernah dievaluasi, serta pendidikan dan pelatihannya tidak dilakukan dengan baik, maka kualitas wasit Indonesia tidak akan meningkat. Cita-cita untuk menggunakan VAR pun hanya sekadar untuk membuktikan bahwa sepakbola Indonesia terlihat megah meski wasit yang bertugas belum mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang mumpuni.
[ad_2]
Source link