[ad_1]
Bologna FC telah mencapai langkah besar dengan menembus peringkat empat klasemen Serie-A 2023/24 sejauh ini. Bologna pun baru dua kali kehilangan poin di kandang dari lima kekalahan sejauh musim ini. Sebuah pencapaian yang terakhir kali didapatkan saat memenangkan scudetto (gelar Serie-A) 1963/64.
Padahal, mereka ditinggal banyak pemain kunci musim lalu, seperti Jerdy Schouten, Marko Arnautovic, Nicolas Dominguez dan lainnya. Namun nyatanya, permainan Bologna mampu membuat menarik minat para pecinta sepak bola karena Thiago Motta sebagai pelatih utama.
Pria kelahiran 28 Agustus 1982 telah menciptakan pola permainan yang unik dan efektif. Terutama dalam kemampuannya mengontrol sistem tim dengan kualitas individu yang baik. Hal ini tidak lepas dari pengalamannya ketika masih menjadi pemain profesional. Ketika menjadi pemain, Motta dikenal dengan kecerdasan sepak bolanya.
Lahir dan memulai karir sepakbola juniornya di Brasil bersama Juventus-SP. Kemudian berpetualang ke Eropa dengan bermain di Liga Spanyol, Italia, dan Prancis. Artinya, banyak filosofi sepak bola yang dipelajari oleh mantan pemain Tim Nasional Italia ini.
Motta pun membawa perspektif taktik yang unik dalam peran kepelatihannya di Bologna. Filosofi permainannya pun layaknya menggabungkan tiki-taka, eksploitasi ruang, dan pressing ala Jerman serta Marcelo Bielsa. Aspek utama dari Bologna sendiri adalah seni membangun serangan dari gaya penguasaan bolanya.
Lewis Ferguson dkk ini pun memiliki penguasaan bola tertinggi kedua Serie-A sejauh musim ini sebanyak 56%. Maka sekarang, Bologna berkembang menjadi salah satu tim paling progresif di Italia.
Formasi 2-7-2 ala Thiago Motta
Meski memiliki karir pemain profesional yang gemilang, namun kemunculan Motta sebagai pelatih, tidak disertai dengan hal-hal mudah. Terutama saat ia membahas gagasan formasi 2-7-2 yang mengacu para pemain secara horizontal atau dilihat dari belakang gawang.
Banyak media yang merespons pernyataan Motta tersebut dengan membayangkan formasi 2-7-2. Tapi kebanyakan dari mereka justru salah kaprah karena melihatnya dari pinggir lapangan.
“Menghitung dari kanan ke kiri, itu akan menjadi 2-7-2. Penjaga gawang, aku memasukkannya di tujuh pemain tengah. Buatku, penyerang adalah pemain bertahan pertama sedangkan penjaga gawang pemain menyerang pertama. Permainan dimulai dari penjaga gawang, lewat kakinya, dan para pemain depan menekan untuk merebut bola kembali.” ujar Motta kepada La Gazzetta dello Sport.
Motta pun dipandang sebelah mata ketika ditunjuk sebagai pelatih Bologna pada September 2022. Empat laga perdananya tidak mendapatkan satu kemenangan pun. Formasi baku 3-5-2 diubah menjadi 4-2-3-1 dan fokus kepada menjaga penguasaan bola dan segera mendapatkan kembali ketika kehilangannya.
Gaya ini membuat Motta mendapatkan banyak pujian karena menunjukkan gaya permainan penguasaan bola yang menarik. Perlahan, Bologna pun mampu keluar dari zona jurang degradasi dan mengakhiri musim di peringkat sembilan Serie-A 2022/23. Pencapaian tersebut merupakan yang tertinggi dalam 11 tahun terakhir pasca era dilatih Francesco Guidolin.
Pencapaian ini membuat Motta menarik perhatian beberapa klub besar. Ia pun digadang-gadang akan menggantikan Stefano Pioli di Milan atau Xavi di Barcelona. Bahkan diproyeksikan menjadi pelatih Inter Milan jika Inzaghi pergi dari klub tersebut pada masa mendatang.
Meski seringkali menggunakan formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3, Motta sering merotasi bangunan serangan dan bertahan kesebelasannya. Pria yang lahir di Brasil ini sering menginstruksikan formasi berbeda sehingga acapkali membingungkan para lawannya. Intinya, Motta sering beradaptasi tergantung formasi lawannya seperti yang Bielsa lakukan.
“Aku tak suka terlalu mengkotak-kotakkan formasi karena itu bisa menjebak. Sebuah tim bisa bermain ofensif dalam formasi 5-2-3 dan bermain defensif dalam formasi 4-3-3. Semua itu tergantung pada kualitas para pemain yang ada di lapangan,” ungkap Motta.
Adaptasi itu dilakukan karena Motta menginginkan keunggulan jumlah pemain untuk mengalahkan area pertahanan lawannya. Seperti ketika membangun serangan dari belakang. Motta mengatur kesebelasannya dengan formasi 4-2-5 yang melibatkan kipernya. Kiper bergabung bersama bek sehingga membentuk jajaran empat pemain di belakang dan sementara dua pemain di sektor tengah.
Pada formasi inilah terlihat layaknya 2-7-2 jika dilihat secara horizontal atau dari arah gawang. Namun berbeda ketika Bologna membangun serangan garis tinggi karena formasinya menjadi 3-5-2. Formasi serangan inilah yang paling diinstruksikan Motta kepada kesebelasannya.
Prinsip Sepakbola Menyerang Thiago Motta
Pada prinsipnya, Motta berulang kali menunjukkan keinginannya untuk memainkan sepak bola menyerang dengan siapapun lawannya. Salah satu prinsip paling berpengaruh dalam menjalankan taktik ini adalah sistem yang cair dan menemukan pertukaran posisi serta perbedaan rotasi.
Rotasi yang paling sering dilakukan adalah sistem `orang ketiga` pada serangan balik para pemain sayap dan gelandang serang. Ketika bek sayap mendapatkan bola, penyerang sayap turun ke belakang sehingga memancing bek sayap lawan. Hal ini membuka ruang di bek sayap lawan sehingga memungkinkan mengalirkan bola ke ruang terbuka dengan gelandang yang bergerak melebar ke sana.
Pergerakan pemain tengah itu juga memancing gelandang lawan sehingga memungkinkan penyerang turun ke tengah mendapatkan ruang terbuka. Alhasil, bek sayap Bologna punya alternatif ruang untuk mengalirkan bola selain memanfaatkan lebar lapangan. Sistem ini sering digunakan Bologna sebagai solusi ketika serangan sayap diblokir lawan.
Atas terpancingnya para pemain lawan di satu sisi sayap ini jugalah Bologna memiliki ruang bebas di seberang sisi lapangan yang lain, sehingga bisa mengganti arah serangan. Perputaran serangan klub berjuluk I Rossoblù ini mampu mengacaukan lini tengah lawan. Sebab Motta menerapkan kesebelasan yang menuntut para pemainnya terus bergerak untuk menciptakan kombinasi orang ketiga sehingga memberikan keunggulan jumlah pemain di pertahanan lawan.
Sistem ini juga memungkinkan untuk mengatasi tekanan lawan karena mengarahkan bola ke posisi yang berbahaya untuk dieksploitasi. Salah satu di dalam instruksinya adalah mendorong salah satu bek tengahnya mengisi sektor gelandang. Layaknya instruksi Josep Guardiola kepada John Stones di Manchester City.
Sementara di Bologna, Motta memerintahkan itu kepada Riccardo Calafiori yang berposisi asli sebagai bek sayap kiri. Di dalam posisinya sebagai bek tengah dalam formasi Motta, Calafiori memiliki peran penting untuk bergerak ke lini tengah. Salah satu tugasnya adalah menciptakan jalur umpan yang mampu dieksekusinya dengan baik.
Salah satu aksinya adalah saat melepaskan umpan terobosan yang sanggup melewati empat pemain ketika melawan Milan pada 28 Januari lalu. Instruksi kepada Calafiori untuk menjadi `gelandang` pun agar membuat Bologna unggul jumlah pemain di lini tengah.
Kendati sering bergerak ke tengah, ia tidak mengabaikan tanggung jawabnya untuk bertahan. Calafiori mampu menyerang secara proaktif dengan umpan-umpan vertikal maupun melakukan transisi cepat dari depan ke belakang. Maka dari itu tidak salah jika pria kelahiran 19 Mei 2002 ini bisa dibilang menjadi salah satu pemain terbaik musim ini.
Hal-hal itulah yang membuat Bologna menjadi kesebelasan yang luar biasa di sepertiga akhir pertahanan lawannya. Sebab mereka memiliki area yang luas dari gerakan para gelandangnya. Efektivitas taktik ini dimainkan melalui pentingnya koordinasi Remo Freuler, Lewis Ferguson, dan Michel Aebischer, yang terus bergerak untuk mengacaukan organisasi lawan.
Untuk mengatasinya, seringkali lawannya menempatkan empat pemain di lini tengah ketika tanpa penguasaan bola. Hal ini agar menetralisir jumlah para gelandang Bologna. Namun jawaban cepat Motta adalah menurunkan posisi penyerang yang diperani Joshua Zirkzee ke lini tengah.
Alhasil, bek tengah lawan terpancing untuk mengikuti pemain kelahiran 19 Mei 2001 tersebut. Di situlah pemain Bologna yang lainnya mampu memanfaatkan ruang di lini belakang lawan. Artinya, Motta melatih kesebelasannya untuk menjaga penguasaan bola dengan sabar di wilayahnya sendiri.
Kemudian ia mengandalkan pergerakan rotasi posisi pemainnya untuk menciptakan keunggulan jumlah dan mengeksekusi peluang. Namun fokus ini membuat mereka memiliki masalah xG non penalti 23,9 yang cuma tertinggi ke tujuh. Catatan ini lebih rendah dari Atalanta, SSC Napoli, dan AS Roma yang secara peringkat klasemen sementara berada di bawah Bologna.
Beruntungnya, Bologna memiliki akurasi tembakan tepat sasaran dengan rataan 4,5 per laga. Catatan ini lebih baik daripada Juventus yang secara klasemen sementara Serie-A musim ini berada di peringkat dua. Artinya, hasil serangan dari Bologna masih cukup efektif.
Mengkombinasikan Counter Pressing dan Man Marking
Bologna sangat terorganisir dengan baik saat bertahan sehingga sulit ditembus lawan. Bahkan I Rossoblù merupakan kesebelasan paling sedikit kelima dalam menerima tembakan tepat sasaran ke gawang dengan rataan 10,7 per laga. Jumlah rataan kebobolan Bologna merupakan paling sedikit ketiga di Serie-A musim ini dengan rataan 0,89 per laga.
Gawang ?ukasz Skorupski pun menjadi yang kelima paling banyak nirbobol sebanyak sembilan pertandingan. Para pemain Bologna sering memaksa pemain lawan melakukan kesalahan. Hal itu karena Ferguson dkk selalu tampil agresif ketika situasi tanpa bola. Bisa dilihat dari tekanan tinggi yang biasa diberikan kepada lawan-lawannya.
Motta menuntut para pemainnya bermain satu lawan satu dengan tekanan dengan intensitas tinggi. Ketika kehilangan bola, para pemain Bologna akan langsung menekan lawan dengan minimal dua orang penjagaan. Mereka pun sudah mencoba merebut bola dari lini depan ketika lawan membangun serangan dari belakang.
Bologna pun melakukan lebih banyak tekel dari tim manapun di Serie-A sejauh musim ini, yaitu sebanyak 17,1 per laga. Dalam situasi bertahan ini,Motta menginstruksikan pemainnya untuk memainkan formasi 4-5-1 untuk menjaga gelandang-gelandang lawannya.
Mereka berusaha untuk menguasai lini tengah dan memaksa musuhnya bermain melebar. Memang gaya pertahanan seperti ini sangat apik untuk mengimbangi formasi lawan yang menggunakan lima gelandang seperti formasi 4-1-4-1 atau 4-2-3-1. Apalagi pertahanan Bologna sangat dinamis karena mampu beradaptasi dengan para lawannya.
Contohnya, lihat saja ketika tiga gelandang Bologna mencoba menyamai tiga pemain di lini tengah Lazio. Atau saat tiga penyerang Bologna mencoba mengimbangi tiga pemain belakang Inter. Cara-cara inilah merupakan bukti tentang semangat Bologna untuk menguasai bola secepat mungkin dan lebih sering menciptakan peluang.
Kualitas Individu yang Didongkrak Thiago Motta
Tidak hanya mengontrol sistem permainan yang baik, kualitas individu pemain Bologna pun menjadi penentunya. Dalam hal ini, bisa dibilang bahwa salah satu kunci permainan ini ditentukan oleh koordinasi Zirkzee dan Ferguson yang bermain tepat di belakangnya.
Ferguson terus bergerak untuk mengeksploitasi ruang dan menarik lawan. Hal itu agar posisinya menciptakan ruang bagi Zirkzee. Ferguson sendiri memiliki total gol non penalti tertinggi di antara para gelandang Serie-A musim ini. Sementara Zirkzee, menunjukan pemain berteknik tinggi dan bertalenta saat menguasai bola.
Bahkan penyerang asal Belanda ini ditugaskan menjadi pemain bertahan pertama Bologna jika mengacu pada filosofi counter pressing kepada bek tengah lawan yang menguasai bola. Zirkzee juga menjadi partner yang baik bagi Riccardo Orsolini di sayap kanan.
Mereka saling mengisi dengan sempurna di sisi kanan ketika sistem 2-7-2 ala Motta dijalankan. Orsolini sendiri tidak kenal lelah berlari untuk menyerang maupun bertahan. Bahkan sama baiknya ketika menusuk ke dalam kotak penalti lawan. Lalu disempurnakan oleh kelincahan Alexis Saelemakers di sayap kiri jika kecenderungan serangan Bologna dari sisi kanan menemui kebuntuan.
Para penghuni lini depan itu didukung oleh permainan top dari Ferguson yang menguasai lini tengah Bologna. Dia menunjukkan dedikasinya agar lini tengah tidak mudah kehilangan bola dan memastikan skuadnya mampu mendapatkannya kembali dengan cepat.
Sementara di lini belakang, duet Calafiori atau Jhon Lucumi dengan Sam Beukema, dilengkapi dengan umpan-umpan akurat ke depan.
Sebetulnya Bologna tidak dilengkapi dengan skuad yang mewah pada musim ini. Ferguson dkk bisa konsisten pun karena tidak mengikuti kompetisi Eropa. Namun intinya tuntutan gaya permainan dari Motta mampu mendongkrak kesebelasannya di luar jumlah kompetisi yang dijalani.
Sejarah yang Mungkin Terulang
Bologna menunjukan banyak contoh taktik dalam praktiknya yang memberikan banyak keuntungan dari hasil di lapangan. Yakni bagaimana para pemainnya mampu melewati tekanan mulai dari garis pertahanan sendiri, lalu meneruskan bola ke lini depan. Menggali strategi yang dirancang Motta memang begitu rumit, namun ia menampilkan filosofi sepak bola dari seorang pelatih ulung.
Kerumitan membangun serangan dan struktur pertahanannya pun telah menunjukkan pengaruh Motta terhadap evolusi tim yang strategis. Kelancaran dan kemampuan beradaptasi yang ditunjukkan Bologna di bawah bimbingan Motta juga menggambarkan komitmen para pemainnya terhadap gaya permainan modern dan dinamis.
Penekanan pada penguasaan bola, permainan posisi, dan soliditas pertahanan yang cermat, tertanam dalam filosofi kepelatihan Motta. Ia berhasil menjanjikan sebuah perjalanan menarik menuju dimensi strategis dari permainan yang indah ini. Pencapaian Motta tidaklah singkat sehingga ia bisa memimpin Bologna sebagai raksasa baru di Serie-A ini.
Seyogyanya, Bologna sendiri merupakan klub besar Serie-A di masa lalu. Buktinya, mereka mengoleksi tujuh gelar Serie-A sejak 1920-an sampai 1960-an. Lalu memenangkan Piala Intertoto (sekarang Konferensi Eropa) 1998/99 dan menjadi pengganggu stabilitas papan atas Serie-A pada awal 2000-an.
Bersama Motta, sejarah mungkin bisa terulang. Namun satu hal yang pasti, tidak ada lagi yang mengejek 2-7-2 milik Motta sekarang.
[ad_2]
Source link