[ad_1]
Genap satu lusin agregat antara Indonesia dengan Brunei Darussalam dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026. Leg kedua yang digelar di Stadion Hassanal Bolkiah, Selasa (17/10), berakhir dengan skor yang identik seperti hasil leg pertama. Hasil ini membawa Indonesia ke putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026, tergabung di Grup F bersama Irak, Vietnam, dan Filipina.
Sesuai dengan pernyataan Shin Tae-yong, Indonesia melakukan beberapa rotasi dalam daftar 11 pertamanya. Ernando Ari menggantikan Nadeo Argawinata di bawah mistar. Fachruddin kali ini menjadi teman duet Rizky Ridho di lini belakang. Shayne Pattinama mengambil alih peran Pratama Arhan, sementara Sandy Walsh digeser ke posisi Asnawi Mangkualam. Di tengah, Ricky Kambuaya dan Rachmat Irianto dipercaya sebagai pengatur tempo untuk menyuplai bola ke barisan depan yang kali ini diisi oleh Egy Maulana Vikri, Witan Sulaeman, Hokky Caraka, dan Dendy Sulistiawan.
Sebelas Pertama Indonesia dan Brunei Darussalam
Di kubu tuan rumah, Mario Rivera yang harus mengejar enam gol justru tampil dengan formasi dasar 5-4-1. Keputusan tersebut mengindikasikan bahwa Brunei masih berusaha menahan serangan Indonesia dengan memperbanyak pemain dengan tipe bertahan. Rivera masih ingin mengandalkan pola permainan yang reaktif dengan mengandalkan serangan balik. Meskipun, pada leg pertama strategi tersebut tidak berjalan efektif.
Sepanjang pertandingan, secara umum apa yang terjadi di leg pertama terulang kembali di leg kedua. Indonesia mendominasi penguasaan bola, nyaman membangun serangan tanpa tekanan yang intensif, dan menciptakan lebih banyak peluang. Sementara Brunei lebih banyak bertahan, intensitas rendah, dan hampir tanpa inisiatif serangan. Maka tidak heran jika skor akhir pertandingan pun identik dengan leg pertama.
Struktur Serangan yang Berbeda
Marc Klok memberi pernyataan jelang laga leg kedua dimulai bahwa latihan difokuskan pada aspek taktikal untuk membongkar pertahanan Brunei yang sangat drop (garis pertahanan sangat rendah dan menumpuk pemain). Pada leg pertama, Mario Rivera menugaskan sembilan pemain (tidak termasuk penjaga gawang) untuk bertahan. Hal ini menjadi perhatian Indonesia agar pada leg kedua mampu menjaga produktivitas.
Seperti yang terjadi di leg pertama, formasi dasar Indonesia 4-4-2 tidak kaku. Artinya, struktur tersebut bergeser menyesuaikan dengan fase yang sedang berlangsung (menyerang, bertahan, atau transisi). Meski demikian, ketika menyerang Shin menerapkan struktur berbeda dengan apa yang ia terapkan di leg pertama.
Pada leg pertama, 4-4-2 berubah menjadi 2-3-5 ketika menyerang. Kali ini, 4-4-2 bergeser menjadi 2-2-6 ketika pasukan Garuda memasuki area sepertiga akhir. Ricky Kambuaya berperan sebagai mesin kreativitas. Ia didampingi Rachmat Irianto yang cenderung berperan sebagai holding midfielder. Shayne dan Sandy memerankan fungsi yang sama sebagai bek sayap dengan overlap dan menyisir area terluar dari struktur serangan Indonesia. Tidak seperti pada leg pertama ketika Arhan dan Asnawi memiliki peran dan penempatan posisi yang berbeda ketika menyerang.
Ilustrasi Struktur Serangan Indonesia
Jika perhatikan ilustrasi di atas, enam pemain di area terdepan menghadapi enam pemain bertahan Brunei. Situasi ini menguntungkan pasukan Garuda karena dengan jumlah pemain yang sama, lebih dekat dengan gawang lawan, apalagi jika Kambuaya leluasa untuk menyalurkan kreativitasnya untuk membongkar pertahanan Brunei.
Warna Baru dari Shayne dan Sandy
Perbedaan lain yang terlihat dari leg pertama adalah variasi serangan yang berasal dari bek sayap. Dua pemain naturalisasi ini memberikan warna baru yang kemungkinan besar menjadi faktor kejutan yang tidak disangka oleh Mario Rivera, andai pelatih asal Spanyol tersebut telah menyiapkan strategi khusus untuk meredam serangan Indonesia.
Sebagai seorang bek sayap, Sandy dan Shayne memiliki atribut yang cukup lengkap dan cocok dengan gaya permainan yang diusung Shin Tae-yong. Pada laga ini, mereka menunjukan memiliki teknik olah bola yang matang (mulai dari sentuhan pertama, umpan, pemosisian badan, dan sebagainya). Selain itu, dua pemain ini cukup bijak dan cepat dalam pengambilan keputusan. Meski cenderung lebih lambat, kombinasi antara teknik dan intelejensi menjadi aset penting dari dua pemain ini dan memberi warna baru, terutama pada fase menyerang.
Tidak Bisa jadi Ukuran
Meski lolos dengan skor yang meyakinkan, hasil tersebut tidak bisa menjadi patokan yang tepat untuk mengukur kualitas permainan pasukan Garuda. Hal ini disebabkan karena secara kualitas, lawan yang dihadapi memang masih tertinggal. Terlihat jelas bahwa Brunei sering melakukan kesalahan struktural dan kolektif.
Ilustrasi Kesalahan Pertahanan Brunei Darussalam
(Sumber : Tangkapan Layar Kanal Youtube RCTI-Entertainment)
Salah satu contohnya adalah pada proses gol kedua Indonesia. Bek kiri Brunei tidak memperhatikan kelebaran struktur pertahanannya sehingga menciptakan ruang yang sangat lebar (poligon hijau). Hal ini membuat struktur pertahanan Brunei tidak seimbang sehingga Shayne dan Egy dengan cepat mengisi ruang tersebut. Akibatnya, empat bek brunei lain kewalahan menghadapi enam pemain Indonesia yang masuk ke zona pertahanan Brunei.
Ilustrasi Kesalahan Pertahanan Brunei Darussalam
(Sumber : Tangkapan Layar Kanal Youtube RCTI-Entertainment)
Contoh lain terjadi pada proses gol Ramdhan Sananta. Terlihat jelas bahwa garis pertahanan Brunei sangat tidak teratur. Hal ini membuat Sananta bebas berlari ke area di belakang garis pertahanan tanpa terjebak offside. Dua situasi tersebut minim terjadi pada tim yang sudah mapan.
[ad_2]
Source link