[ad_1]
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memastikan pemakaian Video Assistant Referee (VAR) di Liga 1 dimulai pada Februari 2024 mendatang. Isu ini bukan perbincangan baru karena sejak musim 2019, pengadaan VAR sudah mulai menjadi perhatian.
PSSI mencanangkan implementasi VAR di liga domestik yang telah disepakati dalam rapat Komite Eksekutif, akhir Mei 2019. PSSI meminta PT Liga Indonesia Baru (LIB) turut mengkaji persiapan dari segi anggaran dana dan infrastruktur sementara federasi mengkaji perihal regulasi FIFA termasuk kesiapan ofisial pertandingan.
Dikutip dari publikasi laman resmi PSSI 17 Juni 2019, Sekretaris Jenderal Ratu Tisha Destria menyatakan sudah membuka pembicaraan dengan provider atau penyedia teknologi VAR. Kemudian pada Juli 2019, PSSI mengunjungi Football Association of Thailand (FAT) dalam rangka survei dan observasi detail penerapan VAR di Thai League 1 yang sudah menerapkan perangkat wasit berbasis video itu meski akhirnya dibatalkan.
“PSSI terus bergerak untuk mewujudkan implementasi VAR di Liga 1. Observasi di Thailand akan banyak membantu kami dalam hal persiapan baik, secara prosedur, teknis, perlengkapan dan regulasinya,” ungkap Tisha.
PSSI pun mematangkan rencana implementasi VAR dengan melibatkan The International Football Association Board (IFAB) dalam pertemuan di Jakarta, 28 November 2019, untuk membicarakan prosedur pengajuan ke FIFA dan IFAB. Butuh sekitar 9–12 bulan yang meliputi pertimbangan antara PSSI dengan IFAB selama 1,5–3 bulan, kesepakatan pengadaan VAR selama 1–2 bulan, persiapan dan pelatihan sumber daya dalam rentang 1–2 bulan, persetujuan yang memakan waktu 1 bulan, baru VAR dapat digunakan dalam pengawasan.
Memasuki awal 2020, PSSI menyatakan komitmen memberantas kecurangan. Integritas wasit selaku pemimpin pertandingan menjadi fokus utama. “Tidak ada match fixing (pengaturan skor) serta program VAR yang rencananya akan ada meeting dengan FIFA pada Februari mendatang,” demikian tertulis di laman resminya.
Pada Februari 2020, PSSI mengumumkan akan menetapkan timeline implementasi VAR. Wakil Ketua Umum PSSI saat itu, Cucu Soemantri, membuka “VAR Kick Off Meeting” di Jakarta, 19 Februari 2020, dengan mendatangkan petinggi FIFA dan IFAB.
“Kita berharap persiapan bisa berjalan dengan lancar sehingga teknologi VAR bisa kita implementasikan pada kompetisi Liga 1 musim 2021 mendatang. Implementasi VAR adalah salah satu upaya PSSI untuk meningkatkan kualitas kompetisi. Muaranya adalah kemajuan sepakbola Indonesia,” ujar Cucu.
Tak lama berselang, liga terhenti karena pandemi tanpa menobatkan juara. Ketika Liga 1 kembali bergulir di musim 2021-2022, wacana VAR tidak ikut kembali dan tidak ada kelanjutan persiapan.
Isu VAR baru diangkat lagi setelah PSSI mengalami pergantian kepengurusan. Pada 25 Mei 2023, PSSI mengajukan penerapan VAR kepada FIFA untuk kedua kalinya.
“Bismillah, hari ini kami telah berkirim surat kepada FIFA terkait rencana untuk kembali melanjutkan proses penerapan VAR di Indonesia. Sesuai dengan panduan dari FIFA, kami melampirkan pula beberapa tahapan awal yang harus dipenuhi seperti membentuk VAR Project Team, menetapkan timeline program, kepastian sumber pendanaan dan provider teknologi yang dipilih,” jelas Erick dilansir dari situs resmi LIB.
Kebutuhan Implementasi VAR
Sebelum status tuan rumah Piala Dunia U-20 dicoret FIFA pada Maret 2023, sejumlah stadion telah mempersiapkan ruangan untuk menampung teknologi VAR, sementara pengadaan dan penggunaan akan ditangani langsung wasit FIFA. Barulah usai timnas kelompok usia U-17 Indonesia mendapat tempat di kejuaraan serupa dengan jalur “give away” (23/6), PSSI lalu mewartakan Liga 1 akan menggunakan VAR yang sama seperti di Piala Dunia U-17.
Perangkat VAR sejatinya termasuk perangkat pertandingan, sebagaimana wasit, kedua hakim garis, dan ofisial keempat. Mereka disebut Video Match Official (VMO) dan beroperasi di dalam ruangan khusus (VAR Room). Perangkat VAR terdiri dari wasit utama VAR, minimal satu asisten VAR, dan minimal satu operator rekaman (replay operator, RO).
Selama pertandingan berlangsung VMO memantau layar yang terkoneksi dengan puluhan kamera di seantero lapangan. Pada Piala Dunia 2018, FIFA menyiapkan 21–25 kamera VAR, 3 di antaranya kompatibel memutar ulang rekaman dalam gerakan lambat (slow motion) dan 3 kamera diperuntukkan melihat insiden dengan mode ultra slow motion. Dengan demikian, VMO mendapat akses penuh memantau jalannya laga dari berbagai sudut pandang.
Penyediaan VAR room dapat menerapkan sistem sentralisasi–satu atau beberapa ruangan terpusat–atau desentralisasi–satu ruangan di setiap stadion. Mempertimbangkan faktor geografis dan infrastruktur jaringan untuk menghubungkan kamera dengan layar di stasiun, PSSI lebih memilih desentralisasi VAR room. Artinya PSSI akan mengadakan 18 stasiun untuk 18 stadion klub Liga 1. Direktur Utama PT LIB, Ferry Paulus, mengungkapkan kepada Media Indonesia mengenai biaya penyediaan VAR, “…mendekati 100 miliar (rupiah),” ujarnya, pada 26 Mei.
Selain itu, untuk eksekutor VAR yang handal, PSSI menyepakati kerja sama dengan Japan Football Association (JFA). Instruktur wasit VAR didatangkan dari J-League dalam pelatihan lisensi VAR pengadil lapangan Indonesia. Ferry menyampaikan pelatihan lisensi paling cepat membutuhkan 6–7 bulan jika Indonesia mengedepankan kualitas. Untuk tahap awal, Komite Wasit ditargetkan bisa menyiapkan 30 wasit VAR, 30 asisten VAR, dan 27 RO.
Pelatihan tahap pertama telah berlangsung dua sesi pada bulan Juli. Sesi pertama yang berlangsung dari 5–7 Juli ditujukan untuk pemerataan pengetahuan tentang implementasi VAR. Kemudian sesi kedua di rentang 17–21 Juli fokus pada pendalaman dan penguasaan teori, mulai dari Laws of The Game (LOTG), offside dari deliberate play, kartu merah langsung, handball, hingga kasus-kasus di dalam kotak penalti. Erick Thohir merencanakan pelatihan tahap kedua bersamaan dengan Piala Dunia U-17 dan tahap ketiga pada Desember 2023.
Membedah Kesiapan Perangkat Pertandingan
Secara definitif, sistem VAR dalam dokumentasi FIFA merupakan alat penopang ofisial pertandingan. Tayangan ulang VAR berfungsi untuk mengecek akurasi keputusan wasit lapangan. Vonis pertama dan utama tetap di tangan wasit pertama. Mengingat kasus yang terjadi dalam pertandingan sepak bola seringkali perlu observasi mendetail yang hanya bisa teramati mata manusia, pemahaman LOTG dan regulasi yang berlaku adalah hal terpenting dikuasai para pengadil pertandingan.
FIFA telah mengatur VAR hanya untuk mengamati empat perkara: penentuan keabsahan gol, pemberian penalti, hukuman kartu merah langsung, dan pemeriksaan kesalahan identitas–jika wasit menghakimi pemain yang salah.
Setelah suatu kejadian, wasit utama wajib mengambil keputusan sebelum melayangkan permintaan tinjauan VAR. Di saat bersamaan, VMO memantau siaran dari semua kamera di stadion dan memilihkan sudut pandang terbaik yang akan diteruskan apabila wasit utama mengajukan peninjauan VAR. Artinya, wewenang VMO sekadar memberikan saran dan rekomendasi.
Jika menelaah kondisi perwasitan di Liga 1 2023/2024 yang sudah setengah musim, masih banyak keputusan kontroversial, apalagi beberapa kasus mudah saja terlihat, bahkan ketika itu wasit berdiri dekat kejadian perkara. Padahal, dalam rencana PSSI, Februari tahun depan VAR sudah masuk kelengkapan laga.
Misalnya ketika bek tengah Borneo FC Samarinda, Silverio, tidak diganjar kartu oleh wasit Abdul Aziz akibat tendangannya mengenai kepala bek tengah Bali United, Elias Dolah. Kejadian serupa berlangsung tepat di depan mata wasit Erfan Efendi saat membiarkan pemain PSIS, Boubakary Diarra, melanggar keras Kei Sano, yang saat itu mengawal sayap kiri PSS Sleman.
Barangkali salah penilaian yang terlanjur diputuskan terjadi karena wasit terdistraksi intensitas pertandingan sehingga meragukan pandangannya dan berakhir tidak memutuskan apapun. Masalahnya, persoalan ini tidak menemui solusi hanya dengan penerapan VAR. Ketelitian, akurasi, dan presisi penilaian menjadi kompetensi yang dituntut dari semua wasit, yang akarnya lagi-lagi adalah pemahaman regulasi.
Kesalahan penghakiman sangat mungkin diminimalisir jika wasit rutin memperoleh pembekalan. Tidak terbatas pada pemahaman teori dan pembinaan di workshop, tetapi juga perlu latihan dalam pertemuan rutin.
Berkaca kepada federasi Inggris, The Football Association (FA), memiliki sistem dewan perwasitan, yaitu Professional Game Match Officials Board (PGMOL), yang berwenang atas manajemen ofisial pertandingan. Mereka mengelompokkan wasit dan hakim garis dalam beberapa “Select Group” berbeda yang diberikan izin memimpin pertandingan di kasta tertentu.
Setiap dua minggu sekali, masing-masing Select Group berkumpul untuk latihan rutin mulai dari fisik, teknis, hingga analisi video. Dalam latihan terdapat sesi simulasi yang merekayasa situasi pertandingan.
Simulasi pertandingan menjadi penting dilakukan supaya wasit dapat memberikan keputusan cepat dan tepat secara instingtif. Ketajaman intuisi diasah dalam latihan sehingga meningkatkan kualitas. Jika terbiasa menghadapi situasi-situasi sulit baik dalam latihan maupun intensitas pertandingan, wasit akan lebih sigap.
Selain itu evaluasi dan sanksi tegas juga perlu diterapkan untuk pengadil lapangan. Federasi harus tegas menindak bukan hanya kepada pemain dan klub, bukan pula hanya untuk formalitas.
Pekerjaan rumah PSSI dalam pengadaan VAR sesungguhnya tidak dimulai dari persiapan operator teknologi ini. Dibutuhkan upaya peningkatan kinerja wasit, baru kemudian melangkah lebih dekat ke pembicaraan tentang implementasi VAR. Karena teknologi tetap perlu interpretasi dan interpreter yang baik tentu mengerti regulasi.
[ad_2]
Source link